Minggu, 13 Desember 2015

Mewujudkan Mimpi Menaklukkan Dunia


Judul Novel: Edensor; Penulis: Andrea Hirata; Penerbit: PT Bentang Pustaka; Tahun Terbit: Cetakan Pertama Edisi I-2007, hingga Cetakan Kelima Edisi Revisi-Februari 2015; Jumlah Halaman: 290.

Cita-cita besar harus dibarengi dengan tekad kuat. Bermimpi besar, berarti harus siap bekerja keras. Bahkan menaklukkan dunia sekali pun, sangat mungkin terwujud jika ditopang sikap pantang menyerah. Itulah salah satu pesan dalam novel karya Andrea Hirata berjudul Edensor. Novel ketiga dari tetralogi Laskar Pelangi ini menceritakan tentang semangat dua orang pemuda kampung, dari Pulau Belitong, untuk menjelajah belahan dunia lain. Cerita hidup mereka, dari kampung hingga berhasil menjelajah belahan dunia, dikisahkan dalam 44 mozaik (bab atau sesi penceritaan) oleh penulis.

Pemuda pengelana sebagai tokoh utama dalam novel itu bernama Andrea dan Arai. Andrea adalah anak seorang pensiunan perusahaan. Sedangkan Arai adalah sepupu jauhnya yang hidup sebatang kara, sehingga diasuh orng tua Andrea. Mereka bermimpi mengunjungi ragam negara dan bangsa untuk memetik banyak pelajaran. Tekad mereka dikobarkan pesan dari seorang guru mereka semasa SD, Muslimah Hafsari, bahwa jika ingin menjadi manusia yang berubah, jalanilah tiga hal: sekolah, banyak-banyak membaca Al-Qur’an, dan berkelana. Juga pesan guru sastra mereka semasih SMA, Pak Balia, yang menguatkan tekadnya untuk menjalejahi Eropa dan menjamah Afrika.

Setamat SMA di kampungnya, mereka memulai petualangannya. Awalnya mereka mencari peruntungan di Pulau Jawa. Berkuliah sambil bekerja. Lika-liku mereka lalui, hingga bisa mendapatkan pekerjaan, sebagai salesman. Tak lama, mereka dipecat karena penjualannya tak mencapai target. Lagi, akhirnya mereka mencari dan mendapatkan pekerjaan baru. Andrea bekerja sebagai pegawai pos, sedangkan Arai merantau ke Kalimantan untuk berkuliah sambil bekerja. 

Seiring waktu, mereka pun menyelesaikan pendidikan program strata I dalam waktu yang cepat. Karena desakan jiwa petualangnya, mereka jadi gerah melakukan aktivitas dengan rutinitas yang itu-itu saja. Mereka ingin pembaruan suasana dan sesuatu yang menantang. Untuk itu, mereka pun mencoba mendaftar sebuah program beasiswa strata dua di Universite de Paris, Sorbonne. Akhirnya, karena proposal risetnya saat mendaftar dinilai menarik, mereka pun dinobatkan sebagai penerima beasiswa yang ditalangi Uni Eropa itu. Andrea menekuni bidang ekonomi, sedangkan Arai bidang biologi. 

Datanglah hari di mana mereka harus meninggalkan kampung untuk berangkat ke Prancis. Mereka mendarat di Belanda, lalu menginap di Belgia sebelum menuju Prancis. Banyak pelajaran yang mereka jumpai selama perjalanan. Salah satu yang memiriskan adalah sikap birokratis penjaga penginapan di Belgia yang tak memberikan hak akomodasi mereka untuk menginap jika tak menyelesaikan sejumlah proses administrasi. Di awal perjalanan itu, mereka terpaksa terlunta-lunta. Tersiksa dingin di suhu delapan derajat celcius di jalanan.

Beberapa hari kemudian, setelah sampai di Prancis, mereka pun menjalani kehidupan sebagai mahasiswa seperti biasa. Kuliah, melakukan riset, dan refreshing menikmati warna-warni kehidupan di Prancis. Merasa misinya belum tercapai hanya dengan remeh-temeh perkuliahan, mereka pun membuat rencana untuk menjelajah Eropa dan Afrika selepas musim salju. Langkah awal mereka adalah bekerja part time untuk mengumpulkan modal. Akhirnya, ada ide cemerlang dari mahasiswa pendamping mereka, Famke Somers, untuk menghimpun bekal petualangan, yaitu menjadi pementas seni jalanan. Mengamen kreatif. Mereka berdua pun mementaskan teatrikal putri duyung di jalanan dan mendapatkan penghasilan menggiurkan. 

Setelah musim salju berakhir, mereka pun menceritakan rencananya untuk menjelajah Eropa hingga Afrika selama libur musim panas kepada teman-teman di kampusnya. Akhirnya lima orang temannya bersedia turut dalam petualangan. Tapi tidak bersama-sama. Mereka terbagi lima, yaitu Townsend, Stansfield, Ninoch, Gonzales dan MVRC Manooj,  serta Arai dan Andrea. Mereka pun sepakat petulangan mereka dijadikan kompetisi. Semuanya karena keisengan, gengsi, dan harga diri. Pemenangnya adalah mereka yang dapat menempuh paling banyak kota dan negara. Bagi yang paling rendah pencapaiannya, disepakati juga untuk diberi hukuman. Salah satunya adalah menuntun mundur sepeda yang digantungi pakaian rombeng di pusat kota Paris.

Cerita selanjutnya lebih banyak mengulas mengenai tantangan perjalanan Andrea dan Arai dalam menaklukkan banyak negara. Mereka yang terlunta-lunta hidup sebagai backpacker, bertemu dengan orang yang tak terduga, dan menikmati panorama menakjubkan di setiap negara. Di sela-sela perjalanan mereka, diceritakan juga upaya Andrea untuk menuntaskan misi sampingannya: menemukan gadis pujaannya saat di kampung yang entah di mana, A Ling. Berdasarkan informasi yang diperolehnya di internet, di setiap titik pada satu negara yang diindikasikan sebagai tempat hidup gadis itu, akan dieceknya. Namun tak pernah berhasil. A Ling yang ditemuninya hanyalah nama jalan, orang tua, juga nama sebuah minuman keras.

Setelah sampai pada pada deadline, sesuai kesepakatan, para petualang itu bertemu di Kafe Nou Camp, Spanyol. Penjurian pun dilakukan tentang siapa yang menang, serta siapa kalah. Akhirnya, Gonzales dan MVRC Manooj menjadi tim harus menerima hukuman sebab paling sedikit melintasi negara. Sedangkan Andrea dan Arai dinobatkan sebagai pemenang. Mereka berhasil melintas banyak negara di Eropa, hingga Afrika. Menginjakkan kaki hingga di Zaire.

Setelah petualangan mereka berakhir, dan mereka kembali menjalani rutinitasnya sebagai mahasiswa, kabar butuk tentang Arai, datang. Ia terserang penyakit paru-paru yang mengharuskannya kembali ke Indonesia untuk sementara waktu. Merasa kesepian tanpa teman di negeri orang, Andrea pun bertekad menyeselasikan studinya segera. Tapi hambatan baru datang. Profesor Hopkins Turnbull, supervisor tesisnya, keburu pensiun. Demi tesisnya, Andrea akhirnya terpaksa mengmbil exchange program untuk pindah ke Sheffield Hallam University, Inggris. 

Pada akhir penceritaan, di Inggris, Andrea teringat kembali tentang A Ling. Itu karena tentang cerita sebuah desa yang indah dalam sebuah novel berjudul Seandainya Mereka Bisa Bicara karya Herriot yang diberikan A Ling untuknya. Kenangan tentang A Ling tiba-tiba menggugahnya kala Andrea benar-benar menemukan desa khayalannya dalam novel yang senantiasa dibacanya untuk mengobati kerinduan pada A Ling itu. Ia seperti de javu. Desa itu bernama Edensor. Sangat indah. Nama desa itulah yang dijadikan judul novel Penulis kali ini. Ya, Edensor.

Demikianlah ulasan singkat tentang cerita dalam novel Edensor. Tentu hanya sebuah ulasan sekilas, sehingga pasti tak semenarik jika membacanya sendiri langsung. Mengulas secara runut kata per kata. Namun sebagai catatan, membaca novel Edensor ini butuh pengingatan yang mendalam. Ada banyak tokoh cerita yang dilibatkan Penulis. Salah satu keunggulan tersendiri tentunya. Tapi bagi pembaca yang tak jeli, itu bisa saja menimbulkan kebingungan, sehingga tak bisa mengingat jalan cerita kehidupan setiap tokoh yang dikisahkan secara selang seling. Selain itu, banyaknya tokoh dalam cerita dapat saja menimbulkan kesan pembaca bahwa ada beberapa tokoh yang tak berkarakter kuat dalam cerita. Hanya sebagai pelengkap. Tapi tentu, Penulis telah menjawab permasalahan itu dengan membuat satu konstruksi cerita, sehingga terbaca bahwa tokoh-tokoh itu selalu berkaitan dengan kehidupan tokoh utama. 

Dalam novel ini, juga terdapat beberapa ilustrasi, foto monumen penting, dan peta perjalanan tokoh utama. Hal tersebut dapat membantu pembaca untuk mudah memahami jalan cerita. Namun keadaan tersebut, untuk sebagian pembaca, bisa saja dianggap malah menghilangkan bayangan imajinatif yang dikonstruksikannya sendiri melalui kata-kata yang dirangkai penulis. Tapi tentu, dengan ruang lingkup penceritaan yang luas (penceritaannya yang pindah-pindah lokasi di beberapa negara), elemen-elemen tersebut sangat membantu pembaca memahami cerita. 

Akhirnya, membaca novel Edensor akan membawa imajinasi kita melanglang buana. Kita dibawa berjalan-jalan melalui cerita. Penulis yang telah mempuni, terbukti dengan penghargaan skala internasional yang diraihnya, mampu menceritakan perjalanan setiap tokoh, terutama tokoh utama, dengan penceritaan menarik, ringkas, dan jelas. Di setiap perjalanan tokoh utama itulah, banyak pelajaran dan pengetahuan baru yang pembaca dapat peroleh. Tentang bagaimana pola kehidupan bangsa di sebuah negara, serta apa yang perlu dilakukan jika suatu waktu pembaca berkeinginan untuk menjelajahi belahan dunia. Sebuah bekal berharga yang patut dibaca oleh orang yang berniat menjadi backpacker.

Novel Edensor mengajarkan kita betapa berharganya memperoleh pelajaran hidup dari pengalaman sendiri. Bahwa sekadar membaca pengalaman orang lain, tentu tak seberkesan dan seberharga jika kita mengalaminya secara langsung. Pelajaran paling bernilai ada dalam pengalaman, pesannya. Menggelitik kita bahwa dunia terlalu luas untuk sekadar mengurung diri di satu titik. Berpetualang itu sangat mengasyikkan. Dengan membaca ceritanya dari awal hingga akhir, akan memberikan penegasan bahwa tak ada mimpi yang mustahil, selama kita berani bermimpi, berani mengambil keputusan, dan terus melangkah. Jelajahilah bumi!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar